Warga Tolak Aktivitas Pertambangan di Gunung Wato-wato

Pembukaan hutan untuk akses jalan perusahaan pertambangan di kawasan gunung Wato-wato di Halmahera Timur.

Duazona.com, Haltim -Warga di Kabupaten Halmahera Timur (Haltim), Maluku Utara (Malut) menolak kehadiran perusahaan tambang PT Priven Lestari yang mulai beroperasi di kawasan Gunung Wato-wato. Pemkab Haltim akan membawa aspirasi warga tersebut ke pusat.
“Saat ini perusahaan (PT Priven Lestari) sudah bikin jalan tambang di kawasan kaki Gunung Wato-wato, sudah 2 minggu ini mereka gusur hutan bikin jalan,” ujar warga Desa Wayafli, Ismunandar Marsaoly kepada detikcom, Rabu (6/9/2023).
Warga yang menolak kehadiran PT Priven Lestari pun menggelar unjuk rasa di Kantor Kecamatan Maba, Halmahera Timur, Rabu (6/9). Mereka khawatir air sungai yang merupakan sumber air bersih warga Desa Wayafli dan Desa Buli tercemar.
“Warga menolak karena di gunung itu ada puluhan sungai yang jadi sumber air bersih bagi warga. Kemudian di situ ada kawasan hutan desa. Belum lagi kawasan permukiman juga, pasti terdampak sekali,” terangnya.
Ismunandar menyebut warga sempat menemui Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba dan meminta gubernur meninjau langsung di lapangan untuk menentukan kelayakan aktivitas operasional perusahaan di kawasan pegunungan Wato-wato. Namun tak kunjung dilakukan hingga terbit izin lingkungan untuk perusahaan.
“Warga pernah bertemu dengan gubernur meminta peninjauan di lapangan untuk menentukan kelayakan perusahaan beroperasi, tapi itu tara (tidak) dilakukan. Malah provinsi kasih terbit izin lingkungan,” ucapnya.
Ismunandar juga menilai, dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) milik perusahaan juga tidak jelas. Dia menilai skema penambangan berubah-ubah, terutama akses jalan operasional yang sebelumnya menggunakan jalan umum berubah menjadi pembukaan jalan baru.
“Karena dorang (mereka) punya rencana penambangan itu berubah-ubah. Sebelumnya ditulis mau pakai jalan umum untuk aktivitas angkut ore, kemudian berubah menjadi pembukaan jalan baru dengan terminal khusus yang baru, jadi berubah-ubah,” tuturnya.
Ia mengaku pada tahun 2022 masyarakat sempat bertemu dengan anggota DPRD Provinsi Maluku Utara yang menggelar kunjungan kerja di Desa Buli, Kecamatan Maba. Saat itu mereka berjanji akan mengeluarkan rekomendasi penolakan dan pencabutan izin perusahaan di pemerintah provinsi.
“Satu tahun lalu torang (kami) bertemu dengan DPRD Provinsi, waktu itu dorang (mereka) kunjungan kerja di (Desa) Buli sini dan dorang (mereka) janji ke torang (kami) akan bikin rekomendasi penolakan dan pencabutan izin perusahaan di provinsi, tapi sampai sekarang torang (kami) belum dengar perkembangannya bagaimana,” ujarnya.
“Jadi pada intinya kalau perusahaan bapaksa (memaksa) batambang dengan luasan konsesi 4.000 hektare, maka kampung-kampung di Kecamatan Maba ini so pasti rusak. Poinnya Pemda Haltim dengan provinsi ini mo kasih mati pe torang (kami). Padahal gunung Wato-wato itu torang (kami) punya benteng terakhir, kalau itu juga ditambang selesai sudah,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Halmahera Timur Anjas Taher mengaku telah menemui warga yang menggelar aksi unjuk rasa menolak aktivitas operasional perusahaan. Anjas mengaku, izin tambang adalah kewenangan pusat bukan kabupaten.
“Iya, tadi kan dorang (mereka-warga) demo tadi. Jadi saya sampaikan ke dorang (mereka), saya bilang ini kan kewenangannya tidak ada lagi di kabupaten, iya kan. Tapi nanti dorang (mereka) punya aspirasi yang dorang (mereka) sampaikan pe kitorang (kami), nanti kitorang (kami) tindak lanjut ke pemerintah pusat. Nanti pemerintah pusat dan provinsi menilai aspirasi itu,” singkat Anjas.(dtc)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *